Cari Blog Ini

Jumat, 28 Januari 2011

sulfonamida (NH2.C6H4.SO2.NHR)




Banyak jenis sulfonamida yang berbeda misalnya dalam sifat klinisnya, toksisitasnya, dll. Sebagian besar turunan memiliki penyusun nitrogen dari grup sulfonamida   (NH2.C6H4.SO2.NHR). Substitusi grup p-amino menghasilkan hilangnya aktifitas anti bakterial, namun turunan demikian dapat dihidrolisa in vivo menjadi turunan yang aktif. Sebagai contoh, p-Nsuccunylsulfatiazol dan fitalilsulfatiazol tidak aktif dan sulit diserap perut, namun mereka terhidrolisa pada usus bawah untuk melepaskan komponen aktif sulfatiazol; obat ini telah digunakan misalnya pada saat sebelum dan sesudah bedah perut.
Contoh-contoh sulfonamida antara lain:
1. Sulfacetamida (N-[(4-aminofenil)sulfonil]-asetamida);
2. Sulfadiazin
3.        Sulfadimetoksin  (4-amino-N-(2,6-dimetoksi-4-pirimidinil)benzenesulfonamida)
4. Sulfadimidin (=sulfametazin:  4-amino-N-(4,6-dimetil-2-pirimidinil)benzenesulfonamida);
5.        Sulfaguanidin (4-amino-N-(aminoiminometil)benzenesulfonamide);
6.        Sulfametizol (4-amino-N-(5-metil-1,3,4-tiadiazol-2-il)benzenesulphonamide);
7.        Sulfametoksazol (4-amino-N-(5-metil-3-isoxazolil)benzenesulfonamida);
8.        sulfatiazol (4-amino-N-2-tiazolilbenzenesulfonamida); dan sebagainya.
Referensi
1.        Paul Singleton and Diana Sainsbury, 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology, Third Edition John Wiley & Sons
2.       Wikipedia. 2010. Sulphonamide

BAKTERI DAN PENYAKIT

Bakteri dan Penyakit

Beberapa spesies bakteri menyebabkan penyakit pada manusia, hewan dan tanaman; bakteri ini disebut bakteri patogen. Penyakit sendiri adalah setiap kondisi yang mengganggu fungsi normal sel tubuh dan mencegah tercapainya proses biokimia tertentu. Saat bakteri patogen menyerang jaringan tubuh, mereka menghasilkan akibat-akibat yang mengubah lingkungan sel.
Ada tiga cara dimana lingkungan sel dapat diubah dan menghasilkan kondisi penyakit. Salah satunya dengan jumlah yang terlalu banyak. Bila bakteri jumlahnya terlalu banyak, ia dapat mengganggu fungsi sel. Sebagai contoh, Escherichia coli, batang gram-negatif yang secara normal hidup di usus manusia. Ia akan menyebabkan penyakit jika jumlahnya terlalu banyak. Cara lain adalah dengan penghancuran sel dan jaringan. Cara ketiga bakteri memberi penyakit adalah dengan menghasilkan toksin. Toksin adalah zat beracun yang menghambat aktivitas metabolisme sel inang.

Bakteri yang Bermanfaat

Sebagian besar bakteri sesungguhnya bermanfaat bagi manusia. Bakteri pemurni nitrogen memungkinkan tanaman mendapatkan nitrat yang perlu untuk sintesis protein. Bakteri pengurai melepaskan amonia dan nitrat dari materi organik yang mati ke tanah. Bakteri yang hidup di usus manusia mensintesis beberapa vitamin dan membantu sintesis enzim pencernaan tertentu. Pabrik cuka, aseton, butanol, asam laktat, dan vitamin tertentu tergantung pada bakteri dalam proses produksi produk ini. Pembuatan lena dan rami adalah proses dimana bakteri dipakai untuk mencerna senyawa pektin yang mengikat serabut selulosa. Saat serabut ini bebas, mereka dapat dibuat sebagai linen, kain dan tali. Bakteri juga bermanfaat dalam penyiapan kulit untuk pakaian kulit  dan pembersihan tembakau. Pabrik produk susu menggunakan bakteri untuk memasakkan keju dan meningkatkan cita rasa keju tertentu seperti keju Swiss. Petani tergantung pada bakteri pada fermentasi silase yang dipakai untuk makan ternak. Industri farmasi menghasilkan antibiotik seperti aueromycin, teramycin dan streptomycin dari bakteri juga.
Referensi
  1. DeLong, E.F., Beja, O. 2010. The Light-Driven Proton Pump Proteorhodopsin Enhances Bacterial Survival during Tough Times. PloS Biology, 2010; 8(4): e1000359
  2. Gomez-Consamau, L., Akram, N., Lindell, K., Pedersen, A., Neutze, R., Milton, D.L., Gonzales, J.M., Pinhassi, J. 2010. Proteorhodopsin Phototrophy Promotes Survival of Marine Bacteria during Starvation. PloS Biology, 2010; 8(4): e1000358
  3. Vos, M., Birkett, P.J., Birch, E., Griffith, R.I., Buckling, A. 2009. Local Adaptation of Bacteriophages to Their Bacterial Hosts in Soil. Science, 2009; 325 (5942): 822

Mekanisme terjadinya resistensi terhadap antibiotik

. Antibiotik pertama, penisilin, ditemukan oleh Alexander Flemming pada tahun 1927. Kemudian, pada tahun 1939, Edward Chain dan Howard Florey melakukan studi terkait penemuan Alexander Flemming yaitu penggunaan penisilin pada manusia dalam mengatasi infeksi akibat mikroba khususnya bakteri. Hasil yang diperoleh mengacu terhadap keefektifan penisilin dalam mengatasi penyakit infeksi akibat mikroba. Seiring dengan perjalanan waktu, antibiotik bekerja dengan sempurna dalam mengatasi penyakit infeksi hingga muncul pendeklarasian oleh bagian bedah US pada tahun 1969, “It’s time to close the book on infectious disease (Inilah waktunya untuk tutup buku terhadap penyakit infeksi)”. Namun benarkah demikian ?
Pada tahun 1941, semua strain (jenis) bakteri Staphylococcus (penyebab umum luka dan infeksi pascaoperasi) peka terhadap penisilin. Namun, tiga tahun kemudian, strain ini tidak lagi peka terhadap penisilin atau dengan kata lain resistensi terhadap penisilin. Hingga saat ini, khususnya di rumah sakit, tidak hanya strain bakteri Staphylococcus yang diketahui mengalami resistensi terhadap antibiotik namun juga termasuk salah satunya adalah Pseudomonas, Enterococcus, dan Mycobacterium tuberculosis.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik adalah kemampuan alamiah bakteri untuk mempertahankan diri terhadap efek antibiotik. Antibiotik menjadi kurang efektif dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang menjadi target operasi antibiotik beradaptasi secara alami untuk menjadi “resisten” dan tetap melanjutkan pertumbuhan demi kelangsungan hidup meski dengan kehadiran antibiotik.
Secara garis besar resistensi bakteri terhadap antibiotik melalui tiga mekanisme. Pertama, terjadi mutasi pada porin (lubang-lubang kecil) yang terdapat pada dinding luar bakteri. Porin ini merupakan suatu jalur bagi antibiotik untuk masuk dan secara efektif menghentikan pertumbuhan bakteri. Akibat mutasi yang terjadi pada porin, antibiotik tidak lagi dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel bakteri. Kedua, adanya inaktivasi antibiotik. Mekanisme ini mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida dan beta laktam karena bakteri mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan antibiotik tersebut. Ketiga, terjadi pengubahan tempat ikatan antibiotik oleh bakteri sehingga antibiotik tidak mampu lagi untuk berikatan dengan bakteri sebagai upaya menghentikan pertumbuhan bakteri tersebut.
Populasi bakteri dapat mengalami evolusi untuk resistensi terhadap antibiotik secara cepat. Peningkatan yang signifikan terhadap prevalensi resistensi terhadap antibiotik telah dilaporkan di US selama sepuluh tahun belakangan ini. Hal ini berlaku sama di Indonesia. Sebagai contoh, dalam survei di empat pusat kesehatan US, 85% dari 424 tenaga kesehatan melaporkan resistensi terhadap antibiotik merupakan masalah utama nasional di sana. Selain itu, sekitar 5% strain bakteri Staphylococcus resistensi terhadap antibiotik ciprofloxacin. Bahkan dalam satu tahun, 80% strain bakteri ini mengalami resistensi. Dari 5% menjadi 80% dalam satu tahun !
Terdapat dua hal mendasar terkait dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yaitu kemampuan bakteri untuk berevolusi membentuk pertahanan diri terhadap antibiotik secara cepat dan kontribusi manusia dalam membantu bakteri tersebut untuk berevolusi lebih cepat. Kontribusi manusia menjadi faktor risiko penting dalam resistensi bakteri yaitu penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat terkait dengan penggunaan antibiotik yang irrasional. Konteks irrasional bermakna luas. Pertama, penggunaan antibiotik yang sering dalam pengobatan sehingga dapat mengurangi keefektifan dari antibiotik tersebut. Kedua, penggunaan antibiotik yang berlebihan. Beberapa contoh antibiotik yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya setelah dipasarkan karena masalah resistensi adalah ciprofloxacin dan cotrimoxazole. Banyak dokter yang secara irrasional meresepkan antibiotik terhadap pasien bahkan ketika pasien itu sama sekali tidak membutuhkan antibiotik, misalnya saat terserang infeksi virus. Ketiga, penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama sehingga memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri yang lebih resisten (first step mutant).
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat serta irrasional menjadi masalah utama dalam resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penyebab dari hal tersebut adalah peresepan antibiotik yang salah dengan dosis yang tidak tepat untuk infeksi tertentu. Selain itu, terdapatnya beberapa kalangan medis yang meresepkan antibiotik berspektrum luas untuk membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi sehingga bakteri target lebih tahan terhadap antibiotik tersebut yang tidak spesifik untuk dirinya. Permasalahan utama lain terkait penggunaan antibiotik yang tidak tepat adalah tersedianya antibiotik secara bebas di pasaran bahkan tanpa resep dokter. Penggunaan antibiotik yang tidak dipahami pasien juga dapat menjadi salah satu penyebab resistensi bakteri. Sebagian besar pasien yang mendapatkan terapi antibiotik sering menghentikan pengobatan saat dirinya merasa secara subjektif lebih baik dari sebelumnya atau anggapan bahwa dirinya telah sembuh padahal dokter telah memberi dosis antibiotik yang sesuai untuk dikonsumsi hingga bakteri yang menjadi penyebab infeksi dapat dibasmi secara tuntas. Hal ini mengakibatkan bakteri yang ada pada tubuh pasien tersebut tidak secara tuntas dibasmi dan timbul pertahanan diri yang baru terhadap antibiotik yang sama yang akan menyerang kelak.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat telah disadari sebagai sebuah kontribusi utama pada resistensi bakteri. Hal penting yang harus digarisbawahi dalam hal ini adalah adanya strategi kontrol terhadap penggunaan antibiotik dalam meningkatkan efektivitasnya terhadap penghambatan atau pembunuhan bakteri sehingga resistensi bakteri terhadap antibiotik pun dapat diatasi

cara bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika

Antibiotika atau dikenal juga sebagai obat anti bakteri adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Alexander Fleming pada tahun 1927 menemukan antibiotika yang pertama yaitu penisilin. Setelah mulai digunakan secara umum pada tahun 1940, maka antibiotika bisa dibilang merubah dunia pengobatan serta mengurangi angka kesakitan & kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi secara dramatis.

Arti antibiotika sendiri pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada hewan & manusia. Saat ini beberapa jenis antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan dari mikororganisme) tetapi juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dapat membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis atau alami disebut dengan zat antimikroba, akan tetapi banyak orang yang menyebutnya dengan antibiotika. Meskipun antibiotika mempunyai manfaat yang sangat banyak, penggunaan antibiotika secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi antibiotika.

Cara kerja antibiotik
Untuk memahami cara kerja antibiotika, perlu diketahui dahulu 2 jenis kuman yang banyak menimbulkan penyakit, yaitu bakteri & virus. Meskipun ada beberapa bakteri & virus tertentu yang dapat menyebabkan penyakit dengan gejala yang mirip, tetapi baik bakteri & virus mempunyai cara reproduksi serta penyebaran penyakit yang berbeda.

  • Bakteri merupakan organisme hidup bersel satu. Bakteri dapat ditemukan di mana saja & sebagian besar tidak menimbulkan bahaya atau malah menguntungkan seperti misalnya Lactobacillus, yaitu bakteri yang hidup di usus halus & membantu untuk mencerna makanan. Tetapi ada juga bakteri yang berbahaya & menimbulkan penyakit karena menyerang tubuh, berkembang biak & mengganggu fungsi normal tubuh. Antibiotika efektif untuk melawan bakteri karena dapat membunuh organisme tersebut serta menghambat pertumbuhan ataupun reproduksi bakteri.
  • Virus, bukan merupakan mahluk hidup & tidak dapat berdiri sendiri. Virus merupakan partikel yang berisi materi genetik yang dibungkus oleh lapisan protein. Virus hanya dapat hidup, tumbuh & bereproduksi hanya setelah mereka masuk kedalam sel hidup. Sebagian virus dapat dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh sebelum mereka menimbulkan penyakit, akan tetapi ada juga jenis virus lain (seperti virus flu) yang menimbulkan penyakit tetapi dapat hilang dengan sendirinya. Virus tidak bereaksi terhadap antibiotika sama sekali.
Bahaya resistensi antibiotika
Antibiotika sejak pertama digunakan pada tahun 1940 merupakan salah satu kemajuan besar dalam dunia pengobatan. Akan tetapi peresepan yang berlebihan terhadap antibiotika mempunyai dampak terhadap perkembangan bakteri yang menjadi tidak responsif terhadap pemberian antibiotika, yang sebelumnya pernah berhasil (resisten). Selain itu anak-anak yang mengkonsumsi antibiotika yang seharusnya tidak diperlukan mempunyai resiko untuk mengalami efek samping lain, seperti gangguan perut & diare.

Resistensi antibiotika sendiri adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakeri tersebut tetap dapat bertahan hidup & bereproduksi sehingga makin membahayakan.

Bakteri tersebut dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika tertentu, sehingga membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut. Kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat adanya anggapan bahwa yang resisten terhadap obat tertentu adalah tubuh orang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh tersebutlah yang menjadi resisten terhadap pengobatan, bukan tubuhnya.

Bahaya resistensi antibiotika merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Hampir semua jenis bakteri saat ini menjadi lebih kuat & kurang responsif terhadap pengobatan antibiotika. Bakteri yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotika ini dapat menyebar ke anggota keluarga, teman ataupun tetangga lain sehingga mengancam masyarakat akan hadirnya jenis penyakit infeksi baru yang lebih sulit untuk diobati & lebih mahal juga biaya pengobatannya.

cara bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika
bacteriaMeminum antibiotika untuk mengobati pilek atau penyakit yang disebabkan oleh virus, tidak hanya tidak bermanfaat tetapi juga dapat menimbulkan bahaya. Dalam jangka panjang hal ini dapat membuat bakteri menjadi lebih sulit untuk dimusnahkan. Penggunaan antibiotika yang sering & tidak sesuai keperluan dapat menghasilkan jenis bakteri baru yang dapat bertahan terhadap pengobatan yang diberikan atau yang disebut dengan resistensi bakteri. Jenis bakteri baru ini memerlukan dosis yang lebih tinggi atau antibiotika yang lebih kuat untuk dapat dimusnahkan.

Penggunaan antibiotika mendorong perkembangan bakteri yang resisten. Setiap seseorang menggunakan antibiotika, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh tetapi bakteri yang resisten akan tetap ada, tumbuh & bereproduksi. Penyebab utama meningkatnya bakteri yang resisten adalah penggunaan antibiotika secara berulang & tidak sesuai range terapi. Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten ini adalah penggunaan antibiotika secara tepat & sesuai range terapi (takaran, frekwensi dan lama penggunaan obat).

Cara mencegah terjadinya resistensi terhadap antibiotik
Kita dapat berperan secara aktif untuk menghambat terjadinya resistensi bakteri, caranya adalah dengan menggunakan obat antibiotika secara tepat & sesuai range terapi. Meskipun antibiotika merupakan obat yang sangat kuat, akan tetapi antibiotika hanya efektif untuk digunakan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri & bukan oleh mikroba lain seperti misalnya demam, batuk atau flu. Berikut beberapa tips yang bermanfaat apabila kita berobat ke dokter :
  • Tanyakan apakah antibiotika yang diberikan bermanfaat terhadap penyakit yang tengah diderita saat ini.
  • Jangan gunakan obat antibiotika untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus seperti flu.
  • Apabila mendapatkan antibiotika, harus digunakan sampai habis. Jangan sisakan antibiotika tersebut untuk pengobatan di lain waktu.
  • Gunakan antibiotika yang diberikan sesuai saran dari dokter. Gunakan secara rutin sampai habis meskipun sudah merasa sehat. Jika pengobatan antibiotika dihentikan terlalu cepat, maka beberapa bakteri dapat bertahan hidup & menimbulkan infeksi kembali.
  • Jangan gunakan antibiotika yang di resepkan untuk orang lain. Terkadang karena merasa gejala penyakit yang dirasakan sama, maka kita menyamakan pengobatan dengan orang tersebut, padahal bisa jadi kebutuhan tiap orang berbeda.

Kamis, 06 Januari 2011

Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid)

Ciprofloxacin






Indikasi:
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap ciprofloxacin, antara lain pada :
- Saluran kemih termasuk prostatitis.
- Uretritis dan serpisitis gonore.
- Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.
- Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.
- Kulit dan jaringan lunak.
- Tulang dan sendi.

Kontra Indikasi:
- Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat quinolone lainnya
- tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada masa pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan.
- Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
- Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko efek sampingnya.


Komposisi :
Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg
Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.

Farmakologi :
Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.

Dosis :
1.Untuk infeksi saluran kemih :
- Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari
- Berat : 2 x 500 mg sehari
- Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari
2.Untuk infeksi saluran cerna :
- Ringan / sedang / berat : 2 x 250 mg sehari
3.Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak :
- Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
- Berat : 2 x 750 mg sehari
- Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari
- Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali atau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.
- Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.

Peringatan dan perhatian :
- Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus ditelan dengan cairan
- Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal (lihat keteranga pada dosis )
- Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin.

Efek samping :
Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:
- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia
- Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah mengalami kerusakan hati.
- Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter

Rabu, 05 Januari 2011

Penggolongan Antibiotika

Antibiotik berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari Anti (lawan),Bios (hidup). Antibiotik adalah Suatu zat kimia yang dihasilkan oleh bakteri ataupun jamur yang berkhasiat obat apabila digunakan dalam dosis tertentu dan berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman dan toksisitasnya tidak berbahaya bagi manusisa.
Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Penggunaan Antibiotika
Harus mempertimbangkan faktor-faktor :
· Gambaran klinis adanya infeksi yang diderita
· Faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotik
· Fungsi ginjal dan hati pasien
· Biaya pengobatan
Antibiotika Kombinasi diberikan apabila pasien :
v Pengobatan infeksi campuran
v Pengobatan pada infeksi berat yang belum jelas penyebabnya
v Efek sinergis
v Memperlambat resistensi
Mekanisme Kerja Antibiotika yang bekerja pada sel tubuh manusia terdiri dari Menekan sintesis protein (Misal : kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, linkomisin). Bekerja pada dinding sel (Misal : Penisilin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin & vankomisin).Bekerja pada membran sel(Misal : Polimiksin)
Berdasarkan kemampuannya membunuh mikroba Antibiotik dibagi menjadi dua yaitu ; Bersifat bakterisid (Misal : penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, polipeptida). Bersifat bakteriostatik (Misal : tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfonamida) Aktivitas dari antibiotika dinyatakan dalam mg. Kecuali zat yang belum dapat diperoleh 100% murni dan terdiri dari beberapa campuran zat (misal Nistatin,polimiksin B, basitrasi Þ IU (International Unit)).
Penggolongan Antibiotika
  1. Penisilin
  2. Sefalosporin
  3. Aminoglikosida
  4. Tetrasiklin
  5. Sulfanilamida
  6. Kuinolon
  7. Makrolida
  8. Linkomisin
  9. Polipeptida
  10. Kloramfenikol
  11. Antibiotik lainnya
1. Gol. b-laktam
A. Penisilin
Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum.Memiliki cincin b-laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri.Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan beberapa gram (-)Contoh : amoksisilin, ampisilin.Untk meningkatkan ketahanan thp b-laktamase Þ penambahan senyawa untuk memblokir & menginaktivasi b-laktamase. Misal :Amoksisilin + asam klavulanat,Ampisilin + sulbaktam,Piperasilin + tazobaktam.
Efek samping : reaksi alergi Þsyok anafilaksis Þ kematian,Gangguan lambung & usus.Pada dosis amat tinggi dapat menimbulkan reaksi nefrotoksik dan neurotoksik.Aman bagi wanita hamil & menyusui
B. Sefalosporin
Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium.Spektrum kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatif termasuk E.coli, Klebsiella dan Proteus.
Penggolongan sefalosporin berdasarkan aktivitas & resistensinya terhadap b-laktamase
Generasi I Þ aktif pada bakteri gram positif. Pada umumnya tidak tahan pada b laktamase. Misal : sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, sefadroksil. Digunakan secara oral pada infeksi sal. kemih ringan, infeksi sal. pernafasan yang tidak serius
Generasi II Þ lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Lebih kuat terhadap blaktamase. Misal : sefaklor, sefamandol, sefmetazol,sefuroksim
Generasi III Þ lebih aktif terhadap bakteri gram negatif , meliputi P. aeruginosa dan bacteroides. Misal : sefoperazone, sefotaksim, seftizoksim, sefotiam, sefiksim.Digunakan secara parenteral,pilihan pertama untuk sifilis
Generasi IV Þ Sangat resisten terhadap laktamase. Misal: sefpirome dan sefepim
c. Monobaktam
Dihasilkan oleh Chromobacterium violaceum Bersifat bakterisid, dengan mekanisme yang sama dengan gol. b-laktam lainnya.Bekerja khusus pada kuman gram negatif aerob misal Pseudomonas, H.influenza yang resisten terhadap penisilinase Contoh : aztreonam
3. Aminoglikosida
Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.Mekanisme kerjanya : bakterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel Contoh : streptomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, neomisin
Penggunaan Aminoglikosida Streptomisin & kanamisin Þ injeksi pada TBC juga pada endocarditis,Gentamisin, amikasin bersama dengan penisilin pada infeksi dengan Pseudomonas,Gentamisin, tobramisin, neomisin juga sering diberikan secara topikal sebagai salep atau tetes mata/telinga,Efek samping : kerusakan pada organ pendengar dan keseimbangan serta nefrotoksik.
4. Tetrasiklin
Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus Meliputi : tetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin (long acting) Khasiatnya bersifat bakteriostatik , pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang bersifat bakterisid lemah.Mekanisme kerja : mengganggu sintesis protein kuman Spektrum kerjanya luas kecuali thp Psudomonas & Proteus. Juga aktif thp Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata), leptospirae, beberapa protozoa. Penggunaan : infeksi saluran nafas, paru-paru, saluran kemih, kulit dan mata. Namun dibatasi karena resistensinya dan efek sampingnya selama kehamilan & pada anak kecil.
5. sulfonamida
Merupakan antibiotika spektrum luas terhadap bakteri gram positrif dan negatif. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja : mencegah sintesis asam folat dalam bakteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan RNA bakteri. Kombinasi sulfonamida : trisulfa (sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan perbandingan sama),Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan perbandingan 5:1),Sulfadoksin + pirimetamin.
Penggunaan
è Infeksi saluran kemih : kotrimoksazol
è Infeksi mata : sulfasetamid
è Radang usus : sulfasalazin
è Malaria tropikana : fansidar
è Mencegah infeksi pada luka bakar : silver sulfadiazin
è Tifus : kotrimoksazol
è Radang paru-paru pada pasien AIDS : kotrimoxazol
Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir Þ icterus, hiperbilirubinemia
6. KUINOLON
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, dgn menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat sintesa DNA.
Penggolongan :
Generasi I Þ asam nalidiksat dan pipemidat digunakan pada ISK tanpa komplikasi Generasi II Þ senyawa fluorkuinolon misal siprofloksasin, norfloksasin, pefloksasin,ofloksasin.Spektrum kerja lebih luas, dan dpt digunakan u/ infeksi sistemik lain.
Zat-zat long acting Þ misal sparfloksasin, trovafloksasin dan grepafloksasin.Spektrum kerja sangat luas dan meliputi gram positif.
7. Makrolida
Meliputi : eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin, diritromisin serta spiramisin Bersifat bakteriostatik.Mekanisme kerja : pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga mengganggu sintesis protein.Penggunaan : merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru
8. Linkomisin
Dihasilkan oleh : Streptomyces lincolnensis Sifatnya : bakteriostatis Meliputi : linkomisin dan klindamisin. Spektrum kerja lebih sempit dari makrolida terutama thp gram positif dan anaerob.Penggunaan : aktif terhadap Propionibacter acnes shg digunakan secara topikal pada acne
9. Polipeptida
Berasal dari Bacillus polymixa.Bersifat bakterisid berdasarkan kemampuannya melekatkan diri pada membran sel bakteri sehingga permeabilitas meningkat & akhirnya sel meletus.Meliputi : Polimiksin B dan polimiksin E (colistin), basitrasin dan gramisidin.Spektrumnya sempit, polimiksin hanya aktif terhadap bakteri gram negatif. Sebaliknya Basitrasin dan gramisidin aktif thp kuman gram positif.Penggunaan : Karena sangat toksis pada ginjal dan organ pendengaran, maka penggunaan secara sistemik sudah digantikan, lebih banyak digunakan sebagai sediaan topikal (sebagai tetes telinga yang berisi polimiksin sulfat, neomisin sulfat, salep mata/tetes mata yang berisi basitrasin, neomisin
10. Antibiotika Lainnya
KLORAMFENIKOL
Bersifat bakteriostatik thp Enterobacter & S. aureus berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman Bersifat bakterisid thp S. pneumoniae, N. meningitidis & H. influenzaePenggunaannya secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae)Juga digunakan sebagai salep 3% tetes/salep mata 0,25-1%.Turunannya yaitu tiamfenikol.
Vankomisin
Dihasikan oleh Streptomyces orientalis.Bersifat bakterisid thp kuman gram positif aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika obat-obat lain tidak ampuh lagi

Jenis-jenis antibiotik

Antibiotik tentu bukan hal asing dalam kehidupan zaman sekarang, apalagi saat ini banyak sekali obat yang mengandung zat antibiotik. Jenis-jenis antibiotik juga beragam, mungkin Anda belum kenal betul tentang macam antibiotik ini.
Antibiotik adalah suatu zat atau senyawa yang memiliki sifat racun atau toksik bagi mikroba merugikan, sehingga perkembangan mikroba tersebut dapat ditekan agar tidak menganggu tubuh. Namun zat antibiotik bukanlah zat yang akan merugikan Anda, karena itu zat ini sangat berguna bagi kehidupan.
Jenis-Jenis Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia
  • Beta-laktam. Meliputi golongan karbapenem, golongan beta-laktam monosiklik, golongan sefalosporin, penisilin.
  • Aminoglikosida. Beberapa contoh antibiotik dari golongan ini adalah amikasin, neomisin, sisomisin, paromomisin, netilmisin, streptomisin.
  • Sulfonamida. Contohnya adalah trimetoprim dan kotrimoksazol.
  • Glikopeptida. Contohnya ramoplanin, vankomisin, dan teikoplanin.
  • Polipetida. Contohnya golongan ketolida, golongan makrolida, golongan tetrasiklin.
  • Kinolon/quinolone. Contohnya adalah asam nalidiksat, ofloksasin, norfloksasin, dan siprofloksasin,.
  • Oksazolidinon. Contohnya adalah AZD2563 dan linezolid. 
  • Polimiksin. Contohnya adalah kolistin.
  • Streptogramin. Contohnya adalah virginiamycin, pristinamycin, dan mikamycin.

Jenis-Jenis Antibiotik Berdasarkan Cara Kerja
  • Antibitotik yang mensintesis dinding sel mikroba. Contohnya adalah golongan penicillin dan golongan polipeptida.
  • Antibiotik yang mentranskripsi dan mereplikasi susunan genetika (DNA dan RNA) mikroba. Contohnya golongan kinolon atau quinolone.
  • Antibiotik yang bekerja dengan cara menganggu sintesa protein mikroba. Banyak sekali antibiotik jenis ini, terutama golongan tetrasiklin dan golongan aminoglikosida.
  • Antibiotik yang mengganggu membran sel mikroba. Contohnya adalah golongan polimiksin.
  • Antibiotik yang mengganggu proses sintesa folat sel mikroba. Contohnya adalah golongan sulfonamida.
  • Antibiotik yang berfungsi menganggu metabolisme atau sebagai zat antimetabolit. Contohnya adalah golongan azzerine.

Itulah jenis-jenis antibiotik yang patut untuk Anda ketahui. Namun, semua antibiotik tersebut memiliki fungsi yang hampir sama, yaitu mendukung kesehatan manusia dengan cara menekan pertumbuhan mikroba merugikan.
Efek Samping Antibiotik
Zat antibiotik memang sangat berguna, adakah efek samping dari penggunaan senyawa ini? Ternyata ada dan harus Anda ketahui. Hampir semua jenis-jenis antibiotik memiliki efek samping yang berbeda-beda.
 
Gejala efek samping penggunaan antibiotik sebagai obat bisa berupa mual, muntah, pusing, atau gejala alergi seperti pembengkakan wajah, bibir, atau bercak merah pada tubuh. Sebelum menggunakan obat antibiotik, periksa baik-baik kandungan antibiotiknya dan sebaiknya konsultasikan dengan dokter apabila ingin mengkonsumsi obat tertentu.

mekanisme cara kerja dan klasifikasi antibiotik

Antibiotik: mekanisme cara kerja dan klasifikasinya

Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen penginfeksi.[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.[5] Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1.   Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2.   Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:[6]
1.      Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a)      Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.[7]
b)      Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c)      Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.
d)     Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.[8]
e)      Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.[9]
f)       Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g)      Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.
2.      Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
a)      Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA.[10] Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b)      Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein.[11] Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies Mycobacterum.
c)      Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.
d)     Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S  dan banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e)      Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.
3.      Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
a)      Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi.[12] Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b)      Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c)      Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein.[13] Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d)     Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
4.      Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.[14]
5.      Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a)      Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.[18] Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b)      Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c)      Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.[19]
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
Daftar Pustaka

[1] Mueller M, De la Pena A, Derendorf H. Issues in pharmacokinetics and pharmacodynamics of anti-infective agents: kill curves versus MIC. Antimicrobial agents and chemotherapy 2004;48:369-77.